BAHAYA DAN CARA MENGATASI RIYA'

Bahaya Riya
Bahaya riya’ telah banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
diantaranya:
1. Riya’ menghapus amal shalih..
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:


إِنَّ أَخْوَ فَ مَا أَخَافُ عَلَـيْكُمُ الشـِّرْكُ اْلأَصْغَرُ . قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ’ وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ . الرِ يــَاءُ، يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيـَا مَةِ إِذَا جَزَي النــَّـا سَ بـِأَعْمَالِهِمْ : اِذْهَبُوْا إِلَـى الَّذِ يْنَ كُنْتُمْ تُرَاؤُوْنَ فِي الدُّ نــْــيَا فَا نْظُروُ ا، هَلْ تـَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً . رواه أحمد والبغوي


“Sesungguhnya yang paling kutakutkan dari apa yang kutakutkan atas kalian adalah syirik kecil“. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu ?” Beliau menjawab, “ Riya’.” Allah ? berfirman kepada mereka pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan amal-amal manusia,” Pergilah kepada orang - orang yang kalian berbuat riya’ di dunia apakah kalian mendapat kebaikan di sisi mereka?” (Diriwayatkan Ahmad dan Al-Baghawy)
Wahai saudara seiman, hati-hatilah terhadap riya’ ini,karena ia sejelek-jelek bencana, merusak kebaikan serta membuat amal perbuatan laksana debu yang beterbangan.

2. Riya’ adalah syirik yang tersembunyi.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

: اَلاَّ أُخْبِرُ كُمْ بـِمَا هُوَ أَخْوَ فُ عَلَـيْكُمْ عِنْدِى مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ : اَلشِّرْكُ الْخَفِىُّ إِنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ فَيُصَلِّى فَيُزَ يـِّنُ صَلاَ تـَهُ لِمـَا يــَرَى مِنْ نـــَظَرِرَجُلٍ . رواه ابن ماجه

“Maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih aku takuti kepadamu dari pada Masihi Dajjal ? Yaitu syirik yang tersembuny : Seorang berdiri mengerjakan shalat lalu ia menghiasinya karena ada yang melihatnya” (HR. Ibnu Majah, hadits ini hasan)

3. Riya’ menambah kesesatan.
Firman Allah ‘Azza Wajalla
yang artinya:
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (QS. Al-Baqarah : 9-10)

Hal-hal Yang Tidak Tergolong Riya’
1. Menampakkan syiar-syiar Islam, dengan tujuan bukan agar manusia memujinya dan menyanjungnya.
2. Seorang hamba yang di puji oleh manusia lain atas kebaikannya tanpa maksud minta dipuji.
3. Giatnya seorang hamba berbuat kebaikan tatkala melihat/ menyaksikan para ahli ibadah serta bergaul dengan orang-orang yang ikhlas dan shalih.
4. Menyembunyikan Dosa.
5. Memperbagus pakaian, sandal atau yang lainnya dengan tidak meremehkan orang lain (sombong)

Terapi Riya’

1. Membiasakan diri menyembunyikan amalan
Hal ini telah banyak dicontohkan oleh para salafus shaleh mereka berusaha menyembunyikan amalan yang dapat disembunyikan untuk menghindari riya’ dan menjaga/ mengawasi hati-hati mereka terhadap amalan yang tidak mungkin dapat disembunyikan.
2. Mengetahui dan mengingat bahaya riya’
Terkadang kecenderungan untuk berbuat riya’ sering muncul dalam diri seseorang karena syetan tidak akan meninggalkannya sekalipun pada saat beribadah, ia akan terus menawarkan bisikan-bisikan riya kepadanya. Jika ia menyadari akan bahaya riya, kemurkaan Allah dan adzab yang diterimanya maka akan timbul rasa takut dan tidak suka akan perbuatan tersebut. Dan apalah artinya pujian dan sanjungan mereka kalau hanya membuat Allah murka.
3. Berdoa.
Abu Musa Al-‘Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu
berkata, pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
berkhutbah kepada kami: ”Wahai sekalian manusia, takutlah akan syirik ini (riya’) karena ia lebih tersembunyi dari pada rayapan seekor semut”, lalu salah seorang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana kita mewaspadainya ? Beliau menjawab: Berdoalah dengan doa ini:

اَللَّهُمَّ إِنــــَّـا نـَعُوْذُبـِكَ اَنْ نـُشْرِكَ بِكَ شـَـيْئـًا نـَعْلَمُهُ وَ نــَشْتـَغـْفِرُ كَ لمِاَ لاَ نــــَـعْلَمْهُ

“Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari mempersekutukan sesuatu dengan-Mu apa yang kami ketahui dan kami memohon ampunan dari apa yang kami tidak ketahui.” (HR. Ahmad)
Wahai saudaraku tidak sepantasnya bagi seorang hamba berputus asa dari berbuat ikhlas, menyangka bahwa yang mampu melaksanakannya hanyalah orang-orang yang kuat semata, lalu ia tidak mujahadah (bersungguh-sungguh) untuk meraihnya. Padahal orang yang lemah harus lebih bermujahadah untuk meraihnya.