DAPATKAH INDONESIA MENGALAHKAN MALAYSIA DI STADION UTAMA GELORA BUNG KARNO???

 Satu pertanyaan buat kita kini: Bisakah juara diraih oleh “Sang Garuda”? Asa yang mulai bersemi, tiba-tiba terancam sirna. Kekalahan di Stadion Bukit Jalil benar-benar menyakitkan.


Indonesia yang tak pernah kalah di babak penyisihan grup dan semifinal, terkapar 0-3 di leg pertama final Piala AFF 2010. Malaysia, Harimau Malaya itu, tampil begitu perkasa. Desember kelabu. Meskipun harus diakui, kita kalah karena faktor mental pemain kita yang drop akibat ulah suporter Malaysia yang menyorotkan sinar laser ke kiper Indonesia.

Yang jelas Jantung seakan berhenti berdetak. Tulang-tulang enggan bergerak. Hanya desahan napas panjang yang terdengar. Kepala menggeleng, seakan tak percaya apa yang baru terjadi. Tapi itu bukan mimpi. Apa yang tersuguh di Bukit Jalil adalah nyata. Dan itu tragedi.

Bagaimana kita memandang
tragedi? Tergantung dari mana kita memandangnya dan bagaimana kita menyikapinya. Bagi sebagian orang, tragedi adalah kiamat. Bagi sebagian lagi, tragedi adalah candradimuka di mana wejangan lawas yang mengatakan kegagalan adalah guru terbaik dimaknai dengan kerendahan hati.  

Bukit Jalil menyadarkan kita, kita ternyata belum bisa mengalahkan diri sendiri. Sebab memang begitulah adanya. Musuh kita yang sesungguhnya bukanlah Malaysia, tapi diri kita sendiri. Lihatlah ke belakang, betapa jumawanya kita.

Jalan masih panjang, namun kita merasa sudah juara. Puja dan puji ditebar membabi-buta. Sederet mimpi dikumandangkan. Tiba-tiba semua orang menjadi 'Indonesia'. Para politisi tebar pesona, lenggak-lenggok di atas keringat dan darah Firman Utina dan kawan-kawan. 

Sudahlah. Tetaplah bersyukur, meski realita pahit terasa. Toh masih ada waktu untuk mengalahkan diri sendiri. Orang bijak bilang, musuh terbesar bukanlah selaksa laskar bersenjata lengkap atau medan yang terjal, melainkan diri sendiri.
 

Hari ini 28 besok 29, Dua hari lebih dari cukup untuk tafakur: bercakap-cakaplah kepada diri sendiri. Jujurlah. Tak ada yang perlu ditutup-tutupi.
 

Beberapa saat setelah Indonesia dilumat Malaysia, seorang teman melayangkan pesan singkat (sms). Isinya: Spanyol kalah di awal, tapi kemudian tampil sebagai Juara Dunia 2010.
Saya balas: Spanyol juara karena mereka bisa mengalahkan diri mereka sendiri. Puyol, Iniesta, Ramos, dan lain-lain tak menjadikan ketenaran juga puja-puji sebagai sesuatu yang menina bobokan. Dengan kata lain, puja-puji adalah 'teror'. Lengah sedikit, hancur. Oleh sebab itulah, meski secara pribadi disanjung, Iniesta cs tetap berpegang kepada pepatah klasik: semakin berisi semakin merunduk.

Masih adakah kans juara? Pertanyaan krusial buat kita kini. Bola itu bundar. Segala sesuatu bisa terjadi. Dua puluh sembilan Desember di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, jawaban itu akan terkuak. Terpenting adalah, mari mengalahkan diri sendiri dulu.
Dan Kepada Suporter, marilah kita berikan yang terbaik buat “Sang Garuda”, janganlah kita pakai cara busuk Malaysia, mari kita kalahkan mereka dengan cara yang bersih.

HIDUP INDONESIA